Sebuah peringatan keras datang dari pakar fisiologi manusia mengenai penyelenggaraan Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat. Profesor Mike Tipton dari Universitas Portsmouth, ahli dampak suhu ekstrem pada tubuh, mengusulkan solusi radikal kepada FIFA. Ia mengusulkan untuk memajukan jadwal final Piala Dunia putra ke pukul 9 pagi untuk menghindari gelombang panas mematikan.
Kekhawatiran ini muncul setelah pemain dan ofisial mengalami siksaan cuaca selama Piala Dunia Antarklub musim panas ini di AS. Pada 24 Juni lalu, New York mencatat suhu 39°C—rekor tertinggi bulan Juni—yang memaksa puluhan orang dirawat akibat heatstroke. Padahal, Stadion MetLife yang akan menggelar final Piala Dunia 2026 sama sekali tidak memiliki atap atau sistem pendingin memadai.
Meski jadwal resmi baru akan diumumkan Desember mendatang, sumber internal mengungkap FIFA berencana mempertahankan slot siang-malam (12.00, 15.00, 18.00, dan 21.00 waktu setempat). Alasannya demi kepentingan penyiaran Eropa dan sponsor. Tipton mengecam rencana ini sebagai “permainan dengan nyawa”.
“Dari sudut pandang fisiologis, saya akan memaksa pertandingan dimulai pagi hari. Tapi saya paham betapa rumitnya mengatur 80.000 penonton masuk stadion sebelum subuh,” ujarnya.
BACA JUGA: Aitana Bonmati Akhirnya Bergabung dengan Skuad Spanyol
Dilema Klasik: Kesehatan vs Bisnis
Pengalaman Tipton menangani atlet seperti Jonny Brownlee membuatnya yakin FIFA sedang mengabaikan ilmu pengetahuan. “Jika Anda ngotot menggelar pertandingan saat semua data ilmiah berteriak ‘berhenti’, Anda memikul tanggung jawab besar. Permainan akan berubah jadi pertaruhan nyawa.”
Ia bahkan mengusulkan perubahan drastis format turnamen: “FIFA harus mempertimbangkan memindahkan laga-laga krusial ke babak perempat final, bukan penyisihan grup, ketika cuaca lebih bersahabat.”
Sementara FIFA belum berkomentar, usulan Tipton menyoroti dilema abadi sepak bola modern: antara keselamatan atlet dan tuntutan komersial. Dengan 16 kota tuan rumah di tiga negara yang rentan gelombang panas, Piala Dunia 2026 mungkin akan menjadi turnamen paling berisiko dalam sejarah—kecuali FIFA berani mengambil keputusan tidak populer.
Satu hal yang pasti: jika suhu 39°C kembali terjadi di New York pada Juli 2026, dunia mungkin akan menyaksikan final Piala Dunia pertama yang dimainkan saat matahari belum tinggi—atau lebih buruk, pertandingan yang diwarnai tragedi medis massal.