Momen Emosional Djokovic di Roland Garros: Akhir atau Hanya Sebuah Jeda?

Sebelum Novak Djokovic meninggalkan lapangan setelah kekalahannya di semifinal Prancis Terbuka, ia meletakkan tas raketnya di tanah liat. Setelah itu ia mengucapkan selamat tinggal dengan sepenuh hati kepada penonton Paris.

Ia membungkuk untuk menyentuh tanah liat di Lapangan Philippe Chatrier sebelum menempelkan tangannya ke jantungnya dan melambai ke arah penonton.

Apakah ini akhir dari perjalanan legendarisnya di Roland Garros? Atau hanya jeda sebelum ia kembali lagi tahun depan?

Juara tiga kali ini, yang baru saja berusia 38 tahun, tidak bisa memberikan jawaban pasti. Kekalahan ketat dari Jannik Sinner dalam tiga set langsung meninggalkan pertanyaan besar tentang masa depannya.

“Ini bisa jadi pertandingan terakhir yang pernah saya mainkan di sini—saya tidak tahu. Itulah mengapa pertandingan ini sedikit lebih emosional di akhir,” kata Djokovic.

“Tetapi jika ini adalah pertandingan perpisahan Roland Garros bagi saya dalam karier saya, itu adalah pertandingan yang luar biasa dalam hal atmosfer dan apa yang saya dapatkan dari para penonton.”

Dukungan penonton Paris begitu besar saat Djokovic berjuang untuk mendekati rekor gelar Grand Slam ke-25. Namun, Sinner—pemain nomor satu dunia—terlalu tangguh, mengalahkannya dengan skor 6-4, 7-5, 7-6 (7-3).

BACA JUGA: Kebangkitan dan Kejatuhan Seorang Visioner di Tottenham Hotspur

SULIT

Kekalahan ini bukan hanya tentang gagal meraih gelar. Ini tentang seorang legenda yang mulai merasakan beratnya waktu.

Ketika ditanya tentang rencananya ke depan, Djokovic terdengar tidak pasti.

“Saya tidak tahu sekarang. Dua belas bulan dalam karier saya saat ini adalah waktu yang cukup lama,” ujarnya.

“Apakah saya ingin bermain lebih banyak? Ya, saya ingin. Namun, apakah saya dapat bermain lagi dalam waktu 12 bulan di sini? Saya tidak tahu.”

Musim ini, performanya tidak sekuat biasanya. Kekonsistenannya goyah, dan kepergian rival sekaligus sahabatnya, Andy Murray, semakin menegaskan bahwa era keemasan tenis pria perlahan berganti.

Namun, pertandingan melawan Sinner membuktikan satu hal: Djokovic belum selesai.

“Turnamen-turnamen itu adalah prioritas jadwal saya,” katanya, merujuk pada Wimbledon dan AS Terbuka.

“Wimbledon dan AS Terbuka, ya, mereka sedang dalam rencana. Itu saja yang bisa saya katakan saat ini.”

Wimbledon, tempat di mana ia pernah tujuh kali juara, tetap menjadi mimpinya.

“Wimbledon adalah turnamen favorit saya sejak kecil. Saya akan melakukan segala yang mungkin untuk mempersiapkan diri,” ucapnya.

Mungkin di sana, di rumput hijau All England Club, Djokovic akan membuktikan bahwa momen emosional di Paris bukanlah akhir—melainkan awal dari babak baru.

Atau, jika memang ini akhir, ia telah memberikan kenangan yang tak terlupakan.

Seperti biasa, hanya waktu yang akan menjawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Terbaru