FIFA Club World Cup menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Maheta Molango, kepala eksekutif Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA). yang menyebut kompetisi ini justru merendahkan kualitas sepak bola. Menurutnya, kondisi cuaca ekstrem dan minimnya penonton menjadi bukti bahwa turnamen ini lebih mengutamakan kepentingan komersial daripada integritas olahraga.
Pertandingan babak 16 besar antara Juventus dan Real Madrid di Miami menjadi contoh nyata. Dengan suhu mencapai 30°C dan kelembapan 70%, sepuluh pemain Juventus terpaksa meminta pergantian karena kelelahan. Situasi serupa terjadi pada pemain Borussia Dortmund, yang harus menghabiskan babak pertama di ruang ganti akibat cuaca yang terlalu panas. Tidak hanya itu, enam pertandingan bahkan sempat ditunda karena badai petir, termasuk kemenangan Chelsea atas Benfica yang tertunda dua jam.
Molango menyoroti betapa buruknya citra sepak bola yang ditampilkan dalam turnamen ini, terutama bagi penonton baru di Amerika. “Jika saya seorang penggemar AS dan ini pertama kalinya menonton sepak bola, saya pasti kecewa,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa sepak bola harus bersaing dengan olahraga lain yang lebih menghibur, dan Piala Dunia Antarklub justru membuat perbandingan tersebut semakin tidak menguntungkan.
Selain PFA, kritik juga datang dari mantan manajer Liverpool, Jürgen Klopp, yang menyebut kompetisi ini sebagai “ide terburuk dalam sejarah sepak bola.” Sementara itu, serikat pemain global FIFPRO telah memperingatkan dampak kepadatan jadwal terhadap pemain, termasuk minimnya waktu istirahat di luar musim kompetisi.
BACA JUGA: Everton Segera Rekrut Striker Muda Prancis Thierno Barry dari Villarreal
BERBEDA
Di tengah kontroversi, manajer Manchester City Pep Guardiola justru mengambil sikap berbeda. Meski mengakui pentingnya waktu pemulihan bagi pemain, ia berpendapat bahwa partisipasi dalam Piala Dunia Antarklub adalah konsekuensi dari kesuksesan sebuah tim. “Jika saya ingin punya waktu dua bulan untuk persiapan musim depan? Tentu. Tapi inilah kenyataannya,” kata Guardiola sebelum City tersingkir oleh Al-Hilal.
FIFA membantah semua tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa kesejahteraan pemain tetap menjadi prioritas. Mereka mencontohkan kebijakan seperti tambahan pergantian pemain dan protokol gegar otak sebagai bukti komitmen mereka. Selain itu, FIFA menegaskan bahwa Piala Dunia Antarklub tidak menjadi penyebab utama kepadatan jadwal, karena tim hanya akan bermain maksimal tujuh pertandingan setiap empat tahun.
Namun, PFA bersama serikat pemain Prancis dan Italia telah menggugat FIFA atas kalender yang dinilai “terlalu padat dan tidak manusiawi.” Gugatan ini diperkirakan akan disidangkan awal tahun depan. Selain itu, liga-liga top Eropa dan FIFPRO juga melaporkan FIFA ke Komisi Eropa atas dugaan penyalahgunaan dominasi.
Molango optimis bahwa kasus ini akan mendapat perhatian serius. “Ini lebih dari sekadar masalah olahraga, tetapi juga politik. Kami yakin Komisi Eropa akan turun tangan, meski biasanya mereka enggan terlibat dalam sengketa semacam ini,” tegasnya.
Dengan Piala Dunia 2026 mendatang yang akan digelar di Amerika Utara, kritik terhadap Piala Dunia Antarklub semakin menguat. Banyak pihak khawatir bahwa turnamen ini justru merusak citra sepak bola, alih-alih memajukannya.