Lompatan
Transisi dari gaya pragmatis Nuno ke permainan menekan dan mengalir ala Postecoglou ternyata merupakan lompatan yang terlalu besar dan berlebihan bagi sebagian pemain. Pada minggu pertamanya, Postecoglou justru memberi para pemain ruang untuk mencerna kepergian Nuno, ingin menghormati ikatan yang dimiliki skuad barunya dengan mantan manajer mereka. Kedekatan dan kesukaan mereka pada Nuno bukanlah sesuatu yang seharusnya digunakan untuk melawan Postecoglou.
Meski pidato Postecoglou tentang masa lalunya mulai memudar dan para pemain memahami bahwa ia butuh waktu untuk menyiapkan sistemnya—waktu yang ia tidak miliki dengan enam pertandingan dalam 23 hari pertama—keraguan tetap muncul. Morgan Gibbs-White mengatakan bahwa ketika mereka berhasil, Forest akan “tak terhentikan”, namun dalam praktiknya, sistem ini lebih cocok untuk beberapa pemain. Elliot Anderson tampil gemilang, sementara bek tengah Nikola Milenkovic dan Murillo justru terlihat gugup dan terkadang terekspos.
Keyakinan tim terkikis oleh hasil yang buruk, dan kesatuan dalam skuad—fondasi keberhasilan mereka finis di posisi ketujuh musim lalu—ikut terpukul. Mereka yang dekat dengan Postecoglou menggambarkannya sebagai orang yang jujur, pria baik, dan tidak menyesali bagaimana ia ingin bermain. Namun, keputusannya untuk beralih ke lima pemain belakang yang lebih pragmatis pada beberapa pertandingan terakhir justru memungkiri prinsip-prinsip awalnya dan menyusupkan keraguan. Memang, pragmatisme itu membantu Tottenham memenangkan Liga Europa, tetapi bukan itu yang membuatnya dibawa ke City Ground.