Lahir di Karawang pada 11 Februari 2003, Cahya Supriadi meniti karier dari akar rumput sepak bola nasional, yakni SSB Tunas Pupuk Kujang di Cikampek. Sosoknya menjadi andalan dalam sejumlah ajang internasional dan kepercayaan itu bukan hadir begitu saja.
Di sanalah semuanya bermula, ketika ia yang masih bocah kerap menangis karena tak diajak bermain bola di kampung. Hingga akhirnya sang kakak membawanya masuk ke dunia yang kini menjadi jalan hidupnya.
“Melihat saya seperti itu, kakak saya langsung mendaftarkan saya ke SSB,” kata Cahya Supriadi mengenang.
Sang kakak menjadi sosok penting dalam hidupnya. Meski kini telah tiada, jejaknya masih terasa kuat dalam semangat Cahya saat ini.
“Beliau sudah meninggal, tapi inspirasinya masih membekas. Saya sering melihat dia jatuh bangun di lapangan. Dari situ saya mulai sadar bahwa sepak bola bukan cuma permainan, tapi juga bisa jadi tanggung jawab dan masa depan,” ucapnya.
BACA JUGA: Pelatih Timnas Indonesia U23 Bangun Mental dan Kualitas