AC Milan mengalami musim tergelap pada 2024/2025 ini. Kekalahan dari AS Roma membuatRossoneri tak akan berlaga di kompetisi Eropa musim depan.
Bagi klub sebesar AC Milan, absennya mereka dari kompetisi Eropa bukan hanya persoalan harga diri, tetapi juga kerugian finansial yang sangat besar.
AC Milan, yang biasanya menjadi langganan Liga Champions atau setidaknya Liga Europa, kini harus menerima kenyataan pahit. Bahkan peluang terakhir untuk tampil di ajang kasta ketiga, UEFA Conference League, sudah tak tersisa.
Menurut laporan dari Calcio e Finanza, AC Milan berhasil meraup hampir 60 juta euro (sekitar Rp1 triliun) dari keikutsertaan mereka di Liga Champions musim ini. Pendapatan tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk hak siar dan bonus kompetisi dari UEFA.
Tak hanya itu, laga kandang AC Milan di pentas Eropa juga memberikan kontribusi signifikan, sekitar 19 hingga 20 juta euro (Rp338 hingga Rp356 miliar). Jika seluruh angka tersebut dijumlahkan, Milan mengantongi hampir 80 juta euro atau sekitar Rp1,4 triliun hanya dari satu musim keikutsertaan di Eropa.
Baca Juga: AC Milan 0-1 Bologna: Trofi Pertama Bologna dalam 51 Tahun
Dengan kegagalan menembus kompetisi Eropa untuk musim berikutnya, semua potensi pemasukan Milan tersebut menguap. Ini menjadi pukulan telak bagi manajemen klub yang selama beberapa tahun terakhir tengah membangun fondasi keuangan yang lebih stabil.
AC Milan Terancam Jual Pemain Bintang
Tak berpartisipasi di kompetisi Eropa tak hanya berarti kehilangan pendapatan besar. Imbasnya bisa menjalar ke aspek lain, termasuk kebijakan transfer dan strategi skuad.
AC Milan terancam harus melepas beberapa pemain bintang demi memangkas beban gaji yang tidak seimbang dengan pemasukan.
Dewan direksi dikabarkan mulai memikirkan langkah-langkah strategis guna menyeimbangkan neraca keuangan klub. Salah satu opsi yang mengemuka adalah menjual aset-aset berharga dalam skuad, termasuk pemain bintang.
Situasi ini memperlihatkan betapa krusialnya eksistensi di kompetisi Eropa bagi klub top seperti Milan, bukan hanya sebagai ajang pembuktian prestasi, tapi juga penopang ekonomi.
Meski bukan Liga Champions, kompetisi seperti Liga Europa dan UEFA Conference League tetap menyimpan potensi finansial yang besar. Partisipasi di Liga Europa, misalnya, bisa memberikan pendapatan awal sebesar 13 juta euro (sekitar Rp231 miliar).
Jika klub mampu melaju jauh hingga semifinal atau final, total pemasukan bisa mencapai 35 juta euro atau sekitar Rp624 miliar.
Sementara itu, UEFA Conference League yang kerap dianggap sebagai kompetisi pelipur lara bagi klub-klub besar pun masih mampu menghasilkan uang. Chelsea, sebagai contoh, mampu meraih lebih dari 20 juta euro (sekitar Rp356 miliar) hanya dari satu musim partisipasi di ajang tersebut.
Ketidakhadiran AC Milan bahkan dari kompetisi kasta ketiga menunjukkan betapa besar dampaknya. Tak hanya prestise yang merosot, tetapi juga kehilangan peluang pemasukan besar klub dalam satu musim.