Di hadapan kerumunan wartawan di Old Trafford, Ruben Amorim berdiri dengan wajah serius menyampaikan permintaan maaf. Hal itu berkaitan dengan musim lalu yang ia sebut sebagai “bencana” bagi Manchester United. Momen ini mengingatkan pada era Sir Alex Ferguson yang pernah menggambarkan periode kelam sebagai “tujuh hari paling traumatis” pada 1992 silam, ketika timnya gagal merebut gelar yang sudah di depan mata.
Namun berbeda dengan Ferguson yang segera bangkit dan meraih tiga gelar berturut-turut, Ruben Amorim tak memiliki kemewahan waktu. Tanggal 25 Mei menjadi saksi pidato emosionalnya: “Kita harus memilih – tetap terbelenggu masa lalu atau bersatu melangkah maju. Percayalah, hari-hari indah akan datang.”
Pelatih asal Portugal ini mengaku akan lebih berhati-hati dalam berkomentar ke depan, meski sebenarnya keterusterangannya justru menjadi angin segar bagi media dan fans yang lelah dengan retorika kosong. Tantangannya adalah mengubah janji akan masa depan cerah menjadi kenyataan di tengau sorotan tajam yang selalu menyertai klub sebesar United.
“Tekanan itu tak terhindarkan,” ujar Amorim sambil memandang laga kontra Arsenal. Dalam sembilan bulan kepemimpinannya, catatan 15 kemenangan dan 16 kekalahan – termasuk kekalahan pahit di final Liga Europa – menjadi beban tersendiri.
BACA JUGA: Brentford Pecahkan Rekor Transfer untuk Datangkan Dango Ouattara